Pages

Pages

Diberdayakan oleh Blogger.

Kamis, 02 Juni 2011

Lagi belajar Nahwu

Bagan Ilmu Nahwu
Rabu malam  setelah sholat Isya' kusempatkan membuka toko sebentar (tokoku terkenal dengan toko tutupan karena sering tutup, karena setiap waktu sholat selalu ku tutup, tapi sebenarnya banyakan bukanya hehe..), kali aja ditambahi rejekiku hari ini, biar bisa buat makan esok hari, sebelum acara "majelis" pekanan digelar di wilayah desa Mojosari yang biasanya diadakan tiap ahad malam, karena sesuatu dan lain hal diundur menjadi rabu malam.
Setelah setengah jam kubuka eh ternyata benar perkiraanku, memang ditambahi rejekiku  (bisa makan deh hari ini), setelah jam menunjukkan pukul 19.30 bbwi kututuplah tokoku tuk menghadiri kajian rutin tiap pekanan.
Agenda pengajian pekanan ini tidak seperti biasanya, karena ada satu kegiatan lagi yang diselipkan dalam acara tersebut yaitu belajar ilmu nahwu (tata bahasa Arab) ini sedikit yang saya dapat dari pelajaran pertama tadi malam:



Sejarah Munculnya Ilmu Nahwu

Banyak hal yang menyebabkan ilmu nahwu disusun. Secara umum sebab nya adalah seputar  kekeliruan orang-orang arab pada bahasa mereka yang disebabkan bercampurnya mereka dengan orang-orang ‘ajam (non arab) yang masuk islam sehingga mempengaruhi tata bahasa mereka. Diantara penyebab utama disusunnya ilmu nahwu adalah:

  • Pada masa Rasulullah diriwayatkan bahwa ada seseorang yang keliru bahasanya, maka Rasulullah bersabda: “ Bimbinglah saudara kalian ini.. Sesungguhnya dia tersesat"
  • Berkata Abu Bakar Ash Shidiq: “Aku lebih menyukai jika aku membaca dan aku terjatuh daripada aku membaca dan aku keliru
  • Pada masa Umar bin Khattab, bahasa yang keliru di kalangan orang arab semakin menjamur. Hal ini disebabkan karena perluasan daerah kekuasaan Islam sehingga banyak orang-orang ‘ajam yang masuk islam. Diantara kesalahan-kesalahan yang terjadi: 
1.  Umar melewati suatu kaum yang buruk lemparan (tombak) nya maka beliau mencela mereka. Mereka pun menjawab:

إِِنَّا قَوْمٌ مُتَعَلِّمِيْنَ

(Makna yang mereka inginkan adalah: “sesungguhnya kami adalah kaum terpelajar”. Akan tetapi mereka keliru karena  yang benar إِنَّا قَوْمٌ مُتَعَلِّمُوْنَ dengan merofa’kan kata مُتَعَلِّمِيْنَ)
Umar berpaling dari mereka karena marah dan berkata:"
Demi Allah kesalahan kalian pada lisan kalian lebih berat menurutku daripada kesalahan kalian pada lemparan (tombak) kalian".

2.  Abu musa Al Asyari mengirimkan surat kepada amirul mukminin Umar bin Khathab yang tertulis di situ kalimat

مِنْ اَبُوْ مُوْسَى إِلَى أَمِيْرِ المُؤْمِنِيَْنَ عُمَرٍ بْنِ الخَطَّابِ

(Dari abu musa kepada Amirul mukminin Umar bin Khathab. Namun secara kaidah bahasa, kalimat yang tepat مِن اَبِيْ مُوْسَى dengan menjarkan kata “اَبُوْ”)
Umar membalas surat tersebut dengan: "Sebaiknya kau cambuk Juru tulis mu (karena keliru)". Juru tulisnya adalah Abul Hushain Al Anbary.

3.   Seorang laki-laki dari gurun (badui) masuk Islam dan meminta diajarkan sesuatu dari Al Quran. Kemudian seorang kaum muslimin membacakan awal surat At Taubah:




"Dan (inilah) suatu permakluman daripada Allah dan Rasul-Nya kepada umat manusia pada hari haji akbar bahwa sesungguhnya Allah dan RasulNya berlepas diri dari orang-orang musyrikin. Kemudian jika kamu (kaum musyrikin) bertobat, maka bertaubat itu lebih baik bagimu ; dan jika kamu berpaling, maka ketahuilah bahwa sesungguhnya kamu tidak dapat melemahkan Allah. Dan beritakanlah kepada orang-orang kafir (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih."( At Taubah : 3)
Akan tetapi orang tersebut membacanya sebagai berikut:

أَنَّ اللّهَ بَرِيءٌ مِنَ المُشْرِكِيْنَ وَرَسُوْلِهِ


Yaitu dengan mengkasrahkan kata
رَسُوْلُ"” sehingga artinya berubah menjadi “bahwa sesungguhnya Allah berlepas diri dari orang-orang musyrikin dan RasulNya.”
Berkatalah orang badui tersebut: “Apakah benar bahwa Allah berlepas diri dari Rasul Nya?  Demi Allah aku akan berlepas diri dari orang yang Allah berlepas diri darinya.” Ketika Umar mengetahui hal tersebut, ia mengutus seseorang ke orang tersebut dan membenarkan bacaannya dan Ia berseru kepada manusia:"Hendaknya seseorang tidak membaca Al Quran kecuali ia mengetahui bahasa Arab".
Ini adalah beberapa contoh kekeliruan-kekeliruan yang terjadi pada orang-orang arab disebabkan bercampurnya mereka dengan orang-orang non-Arab.  Kekeliruan ini tidak bisa dibiarkan karena dapat merusak pemahaman kaum muslimin terhadap Al Quran sebagaimana contoh yang disebutkan di atas. Oleh karena itu, ilmu nahwu disusun agar memudahkan seseorang dalam mempelajari kaidah-kaidah bahasa Arab sehingga tidak keliru dalam memahami kalimat bahasa Arab.


Pencetus Ilmu Nahwu
Ada perbedaan pendapat di kalangan ulama nahwu tentang siapa pencetus ilmu nahwu. Diantara mereka ada yang berpendapat bahwa pencetus ilmu nahwu adalah:
 
    1.    Amirul mu'minin Ali bin Abi Thalib
    2.    Abul Aswad Ad Du'aly atas perintah dari Khalifah Umar bin Khathab
    3.    Abul Aswad Ad Du'aly atas perintah Khalifah Ali bin Abi Thalib atau atas perintah Ziyad, pemimpin Bashrah atau Abul Aswad sendiri yang mencetuskan nya yang dipicu oleh percakapan antara beliau dan anak perempuan nya. Berkata anaknya: "wahai ayahku.. مَا أَحْسَنُ السَّمَاءِ (Apa yang paling indah dari langit?)" - dengan merofa'kan (membaca dhammah)  kata " أَحْسَنُ " dan menjarkan (membaca kasrah) kata "السَّمَاءِ" . Beliau pun menjawab:"Bintang-bintangnya". Anaknya pun berkata:"Aku bukannya bertanya wahai ayah.. tetapi aku sedang merasa takjub..". Beliau pun menjawab:"Kalau begitu seharusnya yang kamu ucapkan adalah.. مَا أَحْسَنَ السَّمَاءَ (betapa langit yang indah!)" – dengan membaca fathah kata "أَحْسَنَ " dan "السَّمَاءَ ". 
    4.    Abdurrahman bin Humuz Al A'raj
    5.    Nashr bin 'Ashim Al Laitsy 
    Pendapat yang paling kuat dari pendaat-pendapat di atas adalah pendapat yang menyebutkan bahwa pencetusnya adalah Abul Aswad Ad Du'aly atas perintah dari Khalifah Ali Bin Abi Thalib ketika terjadi banyak kekeliruan orang arab terhadap bahasa nya sendiri khususnya kekeliruan mereka dalam membaca Al Quran dan Hadits. Begitulah sejarah lahir nya ilmu nahwu dimana bisa kita baca dengan jelas bahwa tujuan utamanya adalah agar kaum muslimin dapat membaca Al Quran dan Hadits dengan benar sehingga bisa memahami maksud yang terkandung di dalamnya. Allah Subhanahu wata'ala berfirman: "Sesungguhnya Kami menurunkannya berupa Al Quran dengan berbahasa Arab, agar kamu memahaminya." (Yusuf : 2) Imam Syafi’i rohimahulloh berkata, “Manusia tidaklah menjadi bodoh dan berselisih kecuali ketika meninggalkan bahasa Arab dan cenderung kepada bahasa Aristoteles (bahasa orang barat).” [Siyaru A’lamin Nubala, 10/74] Benarlah perkataan penyair yang berkata:

    النَّحْوُ أَوْلَى أَوَّلاً أَنْ يُعْلَمَ..  إِذْ الكَلاَمُ دُوْنَةُ لَنْ يُفْهَمَ..

    (Ilmu nahwu adalah hal pertama yang paling utama untuk dipelajari.. karena perkataan tanpanya, tak dapat dipahami.. atau kata teman-teman bagai sayur tanpa garam)
    Mudah-mudahan pekan depan berlanjut di rumah saya.....



 

Blogroll

About

Browser tidak support